Senin, 05 Desember 2011

Anak Eksis di Media Sosial

Is the stage too big for kids? Rasanya pertanyaan ini tepat dijadikan acuan dalam memahami eksis nya anak di media sosial.

Media sosial merupakan media ajang interaksi sosial yang melibatkan teknologi berbasis internet. Mungkin saat ini kita hanya kenal dengan beberapa media sosial seperti Facebook dan Twitter. Sebetulnya ada sejumlah bentuk media sosial. Kaplan dan Haenlein membuat pembagian media sosial dalam enam tipe, yang mereka tampilkan dalam artikel “Business Horison” terbit tahun 2010 silam, antara lain: proyek-proyek kolaborasi (seperti Wikipedia), blogs dan microblogs (mis. Twitter), komunitas konten (seperti Youtube), situs jejaring social (mis. Facebook), game virtual (World of Warcraft), dan dunia sosial virtual (Second Life).

Pada dasarnya, beberapa media sosial memberi batasan usia bagi siapa saja yang bisa bergabung didalamnya. Seperti Facebook, batas usianya adalah tiga belas tahun. Tentu ada sejumlah alasan, mengapa anak di bawah usia tersebut tidak diperbolehkan memiliki akun Facebook. Orang tua diharapkan peka memahami alasan ini dengan pertimbangan karakter anak dan risiko yang mungkin muncul.

Karakter Anak
- Secara umum kemampuan berpikir anak tergolong konkrit. Dalam pengertian mereka hanya mampu berpikir tentang apa yang saat itu sedang terjadi dan terlihat di depan matanya. Sehingga belum memiliki kemampuan yang memadai untuk bisa memprediksi dampak dari tindakannya di kemudian hari. Itu sebabnya anak sukar diharapkan untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas tindakan yang dilakukan.
- Anak dalam tahap usia tertentu, seperti preteen dan teen, sedang getol-getolnya berpusat pada diri sendiri. Sehingga kerap mengumbar diri secara berlebih dari yang seharusnya

Risiko pada Anak
- Anak kerap tak memahami bahkan “lupa”, siapa saja yang bisa melihat status-statusnya, komentarnya, atau photo dan video yang diunggah. Anak belum memahami bahwa saat on-line, ia benar-benar terhubung dengan seluruh dunia. Siapa pun, bila tidak dibatasi, akan bisa melihat dan terhubung dengannya. Entah orang asing, pelaku kriminal, pedofil, dan sebagainya. Jejaring media sosial bisa dikatakan terlalu besar untuk anak. Yang konkrit bagi mereka, mereka sedang “berbicara” pada laptop atau gadgetnya. Jangankan anak, orang dewasa saja terkadang “lupa” akan kondisi ini.
- Aksi mengumbar diri dan emosi secara berlebih rentan untuk disalahgunakan pihak luar yang tak bertanggung jawab. Bahkan terkadang mereka curhat tentang keadaan orang tua atau mengungkapkan kemarahan pada teman dan guru di statusnya. Mereka sukar menyadari Apa yang sudah terpapar ke media sosial kerap akan tetap ada di sana secara permanen. Dalam arti akan selalu ada sampai kita menghapusnya. Bahkan kita terkadang gagal menghapusnya bila sudah terlempar ke semua orang yang terhubung di media sosial.

Tindakan Orang Tua
- Orang tua sejak awal harus lebih dulu memahami dan menyadari apa itu media sosial dan sejumlah dampak atau konsekuensi yang mungkin bisa terjadi ketika sudah bergabung didalamnya. Melepas anak di media sosial dengan memberi mereka password tanpa memberi arahan dan persiapan, ibarat melepas anak menyetir mobil sendiri dan memberi mereka kunci tanpa mengajarkan kepada mereka terlebih dahulu bagaimana caranya menyetir. Apakah anak tidak layak menyetir mobil? Tentu mereka layak nanti di usia tertentu dan setelah memperoleh latihan. Layakkah anak punya akun media sosial? Layak di usia tertentu dengan catatan setelah memeroleh sejumlah bimbingan dan arahan dari orang tua. Jangan pernah membiarkan anak memiliki akun Facebook bila belum berusia tiga belas tahun atau memiliki akun Twitter sementara orang tua tak punya akun Twitter dan tak mengerti apa itu Twitter.
- Orang tua dapat mengintip sejumlah tips yang banyak beredar di internet, misal di website common sense media atau bertanya pada pakar.
- Bila anak memiliki akun pastikan orang tua memantau dengan cara mendiskusikan bersama anak secara rutin aktivitasnya. Mengingatkan mereka bahwa media sosial tetap sebuah ruang publik. Aktivitas pertemanan secara on-line similar dengan pertemanan di dunia nyata atau off-line. Sehingga orang asing tetaplah orang asing dan rahasia diri dan keluarga tetap rahasia.