Senin, 30 Juli 2012

Mengaku Anti-Bullying? Introspeksi Dulu,
Jangan-Jangan Punya Mentalitas-Bully!

Adanya indikasi bully di acara MOS (Masa Orientasi Sekolah) sebuah sekolah swasta di daerah Jakarta Selatan baru-baru ini cukup menghebohkan. Seolah mengingatkan kembali pada kasus-kasus bully yang dulu juga sempat marak di berbagai acara orientasi mahasiswa. Ternyata bullying masih eksis? Konon malah semakin sadis.

Ada penyekapan, penyiksaan, hingga melibatkan aksi penyundutan dengan rokok. Banyak yang protes, terlihat dari ramainya sikap yang ditunjukkan di ranah twitter hingga tindakan tegas pihak kepolisian dan komisi III DPR yang mulai mempertanyakan keberadaan MOS di sekolah.

Di tengah sikap #AntiBullying tak banyak yang sungguh-sungguh memahami aksi bully itu sendiri. Bully merupakan suatu bentuk perilaku agresif yang melibatkan paksaan, tekanan, dan kekerasan pada orang lain. Bully umumnya tak hanya dilakukan satu kali, melainkan terus menerus khususnya ketika ada kekuatan yang tidak seimbang antara pelaku dan orang yang menjadi target bully.

Bully tak hanya kekerasan yang ditunjukkan secara fisik, seperti kekerasan lainnya, bentuk kekerasan secara verbal dan emosional pun tergolong ke dalam aksi bully. Aksi bully secara umum khas menunjukkan adanya intimidasi.

Aksi bully bisa terjadi terus menerus dan berlangsung seperti lingkaran setan. Mereka yang pernah di-bully rentan untuk kelak melakukan aksi bully yang sama ketika memiilki kesempatan untuk menampilkannya. Itu sebabnya langkah preventif dalam mengembangkan gerakan anti bully justru dimulai dari diri sendiri. Melakukan introspeksi.

Terlepas memiliki karakter pe-bully atau tidak, jangan-jangan kita punya #MentalitasBully . Beberapa catatan penelitian memang banyak memberi gambaran tentang karakter pe-bully, seperti; dominan, arogan, hingga narsis, dan agresif. Ada pula yang mengatakan bahwa aksi bully bisa jadi merupakan manifestasi dari kecemasan dan perasaan tak berdaya yang dilampiaskan dalam bentuk sebaliknya, yakni mengintimidasi orang lain. Juga ada catatan bahwa pe-bully bisa jadi mereka yang sedang cemburu atau envy pada target nya.

Namun tak banyak yang sadar, aksi bully bukan sebatas intimidasi senior terhadap yunior dalam MOS. Aksi bully berisiko terjadi dalam berbagai konteks, like everywhere. Selama ada interaksi antar manusia, bully bisa saja muncul di sana. Di sekolah, rumah, lingkungan tetangga, tempat ibadah, lingkungan kerja atau kantor, di kelompok sosial, bahkan dalam dunia cyber, dan sebagainya. Di tengah sikap keras anti bully yang disyiarkan di berbagai media, bisa saja kita dalah salah satu pelaku atau orang yang secara sadar tak sadar masih memelihara mentalitas bully di dalam diri.

Berikut ini merupakan tindakan khas dari mereka yang memiliki mentalitas bully.
• Senang mengintimidasi atau mempermalukan hingga melakukan sabotase pada rekan kerja di kantor atau di institusi terkait pekerjaannya. • Memaklumi senioritas yang semena-mena, baik dilingkungan kantor, universitas, lingkungan prraktek kerja, atau sekolah, dan turut menikmatinya. • Berlaku seenaknya dan tidak menghargai kaum minoritas maupun mereka yang cacat • Senang menyebar rumor atau gosip tentang orang lain bahkan menekan siapapun yang ingin berteman dengannya, mengolok-olok caranya berpakaian atau pilihan orientasi seksualnya. • Mengintimidasi seseorang melalui media teknologi, seperti via email, social media, misal; mengata-ngatai seseorang, menebar teror, atau fitnah.

Menghentikan bully hanya bisa dilakukan bila semua individu sepakat dalam memaknai bully dan setuju untuk tak lagi memelihara mentalitas bully dalam diri sendiri. Let’s say: Stop Bullying!