Minggu, 24 Maret 2013

Kelola Akun Media Sosial, Membangun Brand-Diri Anda

Mengenal Brand

Brand tidak hanya sebuah nama dari produk. Dalam konsep yang lebih luas, brand adalah sebuah simbol, trade mark, dari apapun yang diwakilinya. Dalam karier dan pekerjaan, Anda mewakili semua keahlian dan jasa yang hendak Anda tawarkan kepada pengguna. Dalam konteks ini pengguna adalah perusahaan atau klien yang akan mempekerjakan atau membutuhkan jasa Anda.

Dalam pengembangan karier, tidak hanya profesional, seperti selebritis, motivator, pakar, yang sering bertatap muka dengan orang lain saja yang butuh membangun personal-brand atau Brand-Diri. Semua profesi butuh membangun Brand-Diri yang benar-benar mewakili dirinya sebagai sebuah ‘produk’ bagi perusahaan pemakai.

Saat pertama kali hendak melamar di sebuah perusahaan, Anda mengirimkan CV yang ‘menjajakan’ kepada perusahaan sebuah promise tentang “feature-feature” yang Anda miliki yang dapat ditemukan perusahaan dari diri Anda. Feature ini dapat berupa: keahlian dan kemampuan, knowledge, maupun karakter khas tertentu, Sayangnya, ada banyak ‘brand’ atau calon pekerja lain yang juga ‘menjajakan promise’ yang sama. Itu sebabnya sebagai sebuah brand, sejak awal hendak memulai karier, Anda dituntut untuk memiliki ‘trade mark’ tertentu yang sangat khas dari Anda, agar kelak siap menjadi “brand” yang paling lawas dan diakui di bidang-nya, apapun jenis profesi Anda. Tak ada kata terlambat, sejak detik ini persiapkanlah Brand-Diri Anda.



Jadikan Media Sosial Etalase Brand-Diri

Jaringan media sosial merupakan salah satu tempat dimana orang bisa ‘melihat’ dan mengenal Anda melebihi yang Anda kehendaki dan bayangkan. Anda tak akan pernah tahu, kemana saja dan kepada siapa saja, media sosial akan membawa Anda. Bisa saja pada orang yang kelak akan menjadi teman atau sahabat Anda, pasangan seumur hidup, atasan, HRD, hingga stalker sekalipun.

Dalam konteks personal-branding, media sosial justru adalah ‘etalase’ bagi Brand-Diri Anda untuk ditampilkan. Saat ini, media sosial sudah menjadi sebuah ajang promosi dan publisitas, mau Anda kehendaki atau tidak.

Bagi yang tidak menghendaki, silahkan menggunakan security-setting sesuai keinginan. Dengan mengatur agar jejaring sosial Anda hanya dapat dilihat oleh yang Anda kehendaki. Namun jangan salah, ketika Anda sudah memilih pun, Anda tetap sedang membuka ‘etalase’ bagi Brand-Diri Anda. Jangan lupa, teman manapun yang Anda miliki dan pilih untuk ada dalam jaring media sosial Anda, adalah bagian dari “konsumen” Anda. Dari mulut mereka, dapat keluar opini, pendapat, persepsi tentang Anda yang kelak dapat disampaikan kepada siapapun. Khususnya terkait: keahlian, kemampuan, pengetahuan, maupun karakter khas tertentu.



Personal-Branding Management Penting. Pada dasarnya setiap orang mengelola apa yang hendak ia tampilkan dan tidak tampilkan tentang dirinya terkait identitas yang sedang digunakan. Aturan paling awal dalam personal-branding adalah: sending only a meaningful message. Kirim pesan yang memperkuat kesan tentang feature-feature yang ingin Anda tawarkan sebagai profesional atau pribadi yang sedang Anda tawarkan melalui Brand-Diri Anda. Ingat, message yang Anda kirimkan dapat memperlihatkan pada orang lain, tentang siapa Anda; apakah Anda cerdas atau rata-rata, mampu mengendalikan diri atau mudah meledak-ledak, menyenangkan atau menyebalkan, senang bergosip dan beropini atau berlandaskan fakta dan data, Dengan kata lain, message yang Anda cetuskan, akan memberi input pada yang lain tentang ide, gagasan, perasaan,nilai dan beliefs Anda kepada orang lain termasuk pengetahuan dan keahlian Anda. Meski sedang ditujukan untuk sekedar bersosialisasi, pastikan Anda ‘menyajikan’ Brand-Diri yang tepat. Seorang Antropolog bernama Walter Goldschmidt mengatakan bahwa dorongan untuk memenuhi kebutuhan bersosialisasi bahkan juga merupakan “the human career.”



Jaim, No Way!

Focus, focus, focus… For what do you stand for! Itu jawaban yang tepat tentang alasan keberadaan Anda di social media. Sebelum membuka sebuah akun, rumuskan, hendak menjajakan identitas diri yang mana Anda di jarring tersebut. Ingat,setiap orang memiliki sejumlah identitas diri. Sebagai seorang profesional, pekerja yang rajin, ibu yang baik, istri idaman, anak yang berbakti, teman yang hangat, sahabat baik, atau sebagai individu yang sekedar ingin ‘exist’ sebagai bagian dari proses aktualisasi diri atau hanya sekedar punya ruang curhat sekaligus ‘diperhatikan’ oleh yang lain. Karena bila alasan Anda adalah sekedar curhat, Anda tentu tak akan melakukannya di jaring sosial yang jelas “banyak penghuninya”. Justru Anda akan lebih memilih secarik kertas di halaman buku harian Anda.

Tetap perlu diingat, Anda adalah human-being. Pastikan apapun identitas diri yang ingin Anda tampilkan dalam jaring social Anda, pastikan tidak pernah lepas dari sisi-sisi yang humanis. Melibatkan emosi yang jujur namun tetap menaati social convention.. Apa yang patut dan tidak patut untuk dikeluarkan sebagai bagian dari tagline “Brand-Diri” Anda, selayaknya Anda paham.

Ketika Istri Menjadi Penafkah Utama Rumah Tangga

Siapa penafkah dalam rumah tangga Anda? Suami atau Istri? Penafkah dimaksudkan sebagai figur yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan finansial dalam rumah tangga (RT). Pada dasarnya setiap RT memiliki pengaturan dan kesepakatan tersendiri.

Tradisional vs Egaliter Secara umum, dalam keluarga dengan pola tradisional, suami adalah penafkah utama. Suami satu-satunya tokoh yang bekerja menghasilkan uang untuk membiayai keuangan keluarga. Pola tradisional bukan satu-satunya, ada pola yang lebih maju yakni penganut egalitarian dimana suami dan istri berbagi peran bersama.

Ditinjau dari trend sosial, persentase perempuan menikah yang bekerja mengalami peningkatan secara signifikan. Kehadiran ibu bekerja besar artinya bagi kelangsungan hidup keluarga masa kini agar lebih sejahtera finansial. Ada joke yang sering dikumandangkan tentang semakin tingginya tantangan hidup masa kini. “Di era 80an, ayah bekerja sudah cukup menjadikan keluarga sejahtera. Era 90-an, ayah bekerja belum cukup membuat keluarga sejahtera. Butuh ayah dan ibu bekerja agar keluarga sejahtera. Era 2000, meski ayah dan ibu bekerja, keluarga belum tentu sejahtera. Artinya, kini ibu bekerja bukan lagi kondisi pilihan bagi para istri melainkan keadaan yang wajib dijalani untuk membantu suami menafkahi keluarga.

Sayang, kehidupan RT adalah kehidupan yang dinamis. Begitupun kehidupan karier. Tak sedikit perempuan yang kehidupn kariernya menjulang cepat diikuti dengan melesatnya pendapatan. Sehingga, disadari atau tidak, pertambahan pendapatan tersebut kemudian dijadikan sebagai sumber pendapatan utama keluarga yang sebetulnya menjadi tanggung jawab suami sebagai penafkah utama. Sehingga ada pergeseran peran.

Istri Penafkah Utama, Jadi Masalah? Tak ada yang salah ketika pendapatan istri lebih ginggi dari pasangan. Begitupun ketika istri mulai secara perlahan berubah peran dari kontributor atau Supporter menjadi penafkah utama. Sumber masalah justru muncul bukan dari pendapatan yang lebih besar dan peran yang tinggi. Melainkan saat muncul ketidakadilan pembagian peran dalam rumah tangga

1. Istri secara perlahan mengambil lalih peran suami sebagai penafkah utama

2. suami vs istri mulai berkompetisi

3. suami menikmati peran yang terbatas



Tips Untuk Keluarga dengan Istri Sebagai Penafkah Utama

1. Sesuaikan gaya hidup keluarga dengan pendapatan suami. Pastikan posisi suami sebagai penafkah utama yang membiayai kebutuhan pokok dan rutin di ruman tidak berkurang. Pendapatan istri yang semakin besar justru dapat menjadi support bagi keluarga untuk mengembangkan investasi secara optimal

2. Bila istri terpaksa menjadi penafkah utama dalam rumah tangga, pastikan suami menjadi pendukung penuh secara emosional. Artinya, suami rela berbagi peran mengurus RT bersama istri dan merelakan diri untuk tidak menuntut istri berperan melayani suami secara penuh di rumah. Dukungan bagi istri sangat dibutuhkan khususnya bila istri memiliki kedudukan karier yang baik dengan tanggung jawab tugas yang besar.

jadi, pastikan istri sebagai penafkah utama dalam rumah tangga tidak lagi menjadi masalah dengan menerapkan pengaturan dan pembagian peran yang sehat.