Selasa, 22 Maret 2011

Menjadi Full Time Mom (FTM) adalah Pilihan!

“Ohhh.. ibu rumah tangga?” pertanyaan ini kerap disampaikan dalam nada sinis. Lucunya, justru sering keluar dari mulut perempuan dan ditujukan kepada sesama perempuan yang rela “menyerahkan diri” sebagai full-time mother (FTM). Pertanyaan yang seolah merampingkan peran seorang ibu yang full-time ada di rumah.

Tak banyak yang menyadari, justru peran menjadi FTM tak kalah berat dengan working mom bahkan half-time working mom. Bila seorang working mom menghabiskan sekitar delapan hingga sepuluh jam waktunya untuk bekerja di luar rumah maka seorang FTM menghabiskan seluruh waktu tadi untuk mengurus anak hingga mengurus segala tetek bengek domestik alias urusan rumah tangga.

Bahkan tak jarang seorang FTM mengemban tuntutan yang lebih tinggi dari suami, orang tua, mertua, hingga lingkungan sekitarnya untuk dapat mengasuh anak, mengurus rumah berikut suami, melebihi seorang working mom. Dan perlu dicatat, tanpa gaji dan uang lembur. Karena FTM tak pernah dianggap sebagai pekerjaan melainkan hanya sebuah kegiatan yang sudah sepantasnya dilakukan oleh seorang istri dan ibu. Bahkan tak jarang mereka diberi istilah magabu suami alias makan gaji buta dari suami.

Sejumlah klien saya, yang terpaksa berkarir sebagai FTM, cenderung mengeluh tentang beratnya tuntutan yang dibebankan di atas pundak mereka khususnya yang berkaitan dengan pengasuhan dan tugas-tugas domestik. Tak jarang mereka harus menghadapi kenyataan sebagai satu-satunya kambing hitam saat anak-anak bermasalah di sekolah termasuk saat urusan rumah tangga tak dapat di-handle dengan baik. Termasuk menghadapi kenyataan saat suami enggan diminta turut berbagi peran di rumah. Dengan alasan. FTM sudah cukup mendapat jatah untuk ”enak-enakan” ada di rumah. Bebas macet, konflik dengan atasan dan rekan, berkesempatan tidur siang dan bersantai sepanjang hari. Padahal, peran ayah tetap dibutuhkan dalam pengasuhan anak karena mmebawa atmosfir ynag berbeda dalam pengasuhan.

Itu sebabnya sejumlah FTM diketahui justru jauh dari perasaan bahagia dan sejahtera. Khususnya ketika peranan sebagai FTM merupakan sebuah kondisi yang dipaksakan. Bukan sebuah pilihan. Akibat tuntutan suami dan keluarga atau karena memiliki anak dengan kondisi tertentu. Bahkan FTM pun rentan akan stress, terutama bila power seutuhnya ditentukan dan dipegang oleh suami, sebagai satu-satunya tokoh bread winner di rumah, seperti pengambilan keputusan, keuangan, dan lain sebagainya.

Padahal perasaan bahagai dan sejahtera seorang ibu penting bagi pegasuhan yang optimal pada anak, terutama saat membangun kehangatan dan kelekatan. Hubungan yang hangat dan lekat penting bagi perkembangan psikososial pada anak. Tak hanya pengasuhan anak yang turut terpengaruh ketika kondisi ibu tak bahagia. Termasuk juga hubungan suami istri, mengingat sumber emosi di rumah berpusat pada seorang ibu.
FTM juga rentan akan perasaan diri tak berharga serta perasaan-perasaan tak percaya diri lainnya maka kondisi ini dapat berbanding terbalik dengan sejumah working mom. Working mom umumnya jauh lebih kompeten dan memiliki perasaan diri berharga yang baik. Mereka pun tergolong aman dan independent secara finansial.

Namun sekali lagi, tak perlu berkecil hati, saat FTM menjadi pilihan karir Anda. Karena sebetulnya tingkat kepuasan ibu terletak bukan pada peran sebagai FTM atau working mom. Melainkan ditentukan oleh, apakah kondisi menjadi FTM maupun working mom merupakan pilihan atau sebuah keadaan yang terpaksa?

Tentu saja peranan suami pun penting artinya bagi kepuasan ibu, baik yang FTM maupun bekerja. Ibu-ibu akan jauh lebih sejahtera saat memiliki pasangan yang bersedia berbagi peran dan memberi kontribusi yang adil dan seimbang di rumah.

3 Langkah FTM to the max!
- Pastikan menjadi FTM adalah pilihan Anda. Ketka Anda merasa terpaksa dan tetap ingin bekerja, temukan celah yang memungkinkan Anda untuk tetap memulai karir dari rumah. Tak ada gunanya bila Anda memilih menjadi FTM namun selalu mengeluh dan menyesali keadaan diri.
- Me-time, penting! Ingat, meski anda seorang istri dan ibu, Anda tetap seorang individu yang independent. Pastikan Anda memiliki waktu luang untuk diri sendiri, tanpa embel-embel membawa anak dan urusan rumah tangga. Saat melakukan aktivitas yang menjadi hoby dan minat anda. Me time penting agar Anda merasa berharga dan independent.
- Go social. Pertemanan tetap dibutuhkan agar Anda tetap memiliki kehidupan sosial ala wanita dewasa. Bersama dengan anak dan suami sepanjang waktu tak bisa menggantikan peran teman-teman perempuan dalam hidup Anda. Kehidupan sosial meningkakan perasaan sejahtera.

2 komentar:

  1. Akhirnya!! Ada yang bisa mengerti apa yang saya alami selama hampir 4 tahun ini!! Terima kasih banyak sudah mengangkat topik ini.

    Saya yang sebelumnya mempunyai karir yg sudah mapan tiba2 harus menjadi FTM. Rasanya gak adil mbak. Alasan saya berhenti kerja adalah demi anak saya dari yang mulai hamil bermasalah hingga sekarang yang didiagnosa ADHD dan juga terlambat bicara sehingga harus menjalani perawatan terapi.

    Seiring berjalannya waktu, saya sadar bahwa "everything happens for a reason". Saya tidak bakalan bisa tahu perkembangan anak saya secara detail jika saya masih sibuk berkarir (ya saya akui, jika saya masih berkarir pasti anak saya tidak akan menjadi prioritas utama). Akhirnya, setelah 'nrimo' semuanya jadi lebih enteng dan saya memantapkan diri bahwa FTM adalah pilihan saya untuk saat ini.

    Oiya mbak, Sampai sekarang ini, saya masih banyak menjumpai orang-orang yang mencemooh jika saya bilang saya FTM. Bahkan orang yang dulunya menyebut dirinya 'teman', belakangan hanya karena saya FTM, mereka 'melipir' menjauh. Hahaha. Ketahuan banget mana teman sejati dan yang 'nempel' demi sesuatu. Bener banget tuh mereka pikir jadi FTM itu leyeh-leyeh kerjanya. Padahal kerjanya 25 jam sehari!

    Sekali lagi terima kasih sudah mengangkat tentang hal ini.

    Hugs,
    Risca

    BalasHapus
  2. Semangat mom ... u are great

    BalasHapus