Selasa, 22 Maret 2011

MEMAHAMI MULTIPLE INTELLIGENCE

Berbicara tentang inteligensi yang ada di benak kita adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang. Inteligensi dimaksudkan sebagai kapasitas yang dimiliki individu sehingga memungkinkan ia untuk belajar, bernalar, memecahkan masalah, dan melakukan tugas-tugas kognitif tingkat tinggi lainnya. Inteligensi yang tinggi selalu kita kaitkan dengan orang yang punya kemampuan seperti Albert Einstein. Itu yang kita sebut sebagai genius. Sementara individu yang berada pada ekstrim satunya kita cap sebagai orang dengan inteligensi rendah atau keterbelakangan mental.

Meskipun para ahli terutama di bidang psikologi belum merumuskan term inteligensi dengan tepat, sudah banyak usaha yang dilakukan untuk melakukan pengukuran terhadap inteligensi bahkan sejak awal 1900-an. Ini bermula dari sebuah sekolah di Perancis yang ingin membuat program pendidikan berdasarkan kecerdasan anak agar diperoleh manfaat yang optimal.

Alfred Binet kemudian merancang alat tes yang dapat membedakan siswa yang cerdas dari yang tidak cerdas. Hingga tercipta sebuah pengukuran yang disebut IQ atau Intelligence Quotient. Sebagai satuan ukuran, pada dasarnya IQ sama saja seperti gram untuk satuan ukuran berat, meter satuan ukuran panjang, dan quotient satuan skor yang menunjukan taraf kemampuan skolastik seseorang yang mencakup kemampuan verbal dan kemapuan logis matematika. Sampai saat ini sudah banyak tes IQ yang berkembang, antara lain; yang terkenal adalah tes Stanford-Binet dan Wechsler.

Menggunakan skor IQ sebagai satuan yang menunjukkan fungsi inteligensi seseorang sama artinya dengan menggunakan satu faktor tunggal (g-factor dari Spearman) saja untuk menggambarkan inteligensi secara universal. Artinya kalau seorang anak memperoleh skor tinggi pada tes tertentu, misalnya bahasa, dapat diramalkan dia juga akan memperoleh skor tinggi pada tes logis matematika. Jadi inteligensi dipandang sebagai satu faktor umum yang berkaitan.

Sayangnya, sebagai alat yang terbatas hanya mengukur kemampuan skolastik, skor IQ sering secara berlebihan digunakan sebagai patokan dalam meramalkan kesuksesan seorang individu, tidak hanya di sekolah tapi juga dalam pilihan karir, pekerjaan, serta lingkungan sosial di masa yang akan datang. Sehingga tanpa sadar kita mengabaikan keberadaan jenis kecerdasan lain yang juga berkembang dalam diri seorang individu.

Dapatkah kita katakan bahwa Beethoven, komposer kenamaan yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang musikal, namun memiliki keterbatasan pada kemampuan matematika dan bahasa sebagai orang yang tidak cerdas? Bagaimana dengan pelukis Pablo Picasso bahkan seorang Nadia Comaneci pesenam handal asal Rusia itu. Apakah mereka memiliki IQ yang tinggi? Belum tentu. Seorang Liz Taylor tetap dapat sukses meskipun dia tidak memiliki kemampuan yang sama seperti Einstein atau Bill Gates. Jadi kecerdasan seperti apakah yang mereka miliki?

Kondisi ini yang dipertanyakan oleh Howard Gardner seorang profesor dari Universitas Harvard dan pemelopor Project Zero. Dalam bukunya Frames of Minds tahun 1983, ia mengemukakan konsep inteligensi sebagai multi faktor, yakni terdiri dari tujuh dimensi, yang saling terpisah. Bukan semata konstruk unit tunggal. Konsep ini bermula dari temuannya bahwa bagian otak tertentu bertanggung jawab pada kecerdasan tertentu. Namun bukan berarti Gardner mengatakan bahwa ketujuh faktor tersebut dapat merepresentasikan inteligensi secara menyeluruh.

Ia kemudian merancang sebuah studi yang dapat mengetahui cara lain bahwa seorang individu juga dapat dikatakan cerdas. Jadi bukan mempertanyakan “Apakah anak ini cerdas?” namun lebih kepada “Kecerdasan seperti apa yang dimiliki anak ini?” Gardner percaya ada berbagai macam betuk kecerdasan pada setiap individu dalam derajat yang berbeda-beda.

Bagaimana mengidentifikasi setiap macam kecerdasan pada anak? Berikut adalah tujuh kecerdasan yang pada awalnya dikemukakan oleh Gardner.
1. Kecerdasan Bahasa
Kecerdasan ini berada pada area lobus frontal dan lobus temporal kiri (misalnya pada wilayah Broca/Wernicke).
Anak yang memiliki kemampuan kecerdasan yang besar pada area ini memiliki kemampuan pendengaran yang sangat berkembang dan menikmati aktivitas berbahasa. Mereka cenderung untuk berpikir dalam kata daripada gambar dan sering terlihat membaca buku atau menulis cerita atau puisi. Mereka umumnya merupakan pendongeng yang hebat, pembicara atau aktor yang ulung. Mereka dapat belajar secara optimal melalui kata-kata, melihat, atau mendengar kata. Inteligensi ini merupakan yang paling banyak dimiliki oleh semua orang.
2. Kecerdasan Matematika/Logis
Berkaitan dengan lobus parietal kiri (dan wilayah temporal maupun oksipital yang berkaitan atau berdekatan dengannya)
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan berpikir secara konseptual. Biasanya individu dengan kecerdasan matematika yang baik suka mengeksplorasi pola, kategori, dan hubungan, dan sering bertanya tentang lingkungan sekitarnya. Mereka menyukai puzle atau permainan yang membutuhkan kemampuan nalar. Individu seperti ini sering ditemui di perusahaan-perusahaan komputer atau kimia.
3. Kecerdasan Visual Spatial
Kecerdasan ini berada pada wilayah posterior di hemisphere kanan. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan mempersepsi visual-spatial secara tepat, seperti mengetahui dimana saja letak segala sesuatunya di dalam kelas, berpikir lebih pada gambar 3 dimensi dibandingkan kata-kata dan memiliki kemampuan untuk melihat, mengingat, dan menciptakan objek. Kecerdasan ini biasanya disertai dengan kemampuan imaginasi yang tinggi.
Amati saja apakah anak tersebut senang berkutat dengan pekerjaan-pekerjaan seni; membuat coretan-coretan; menikmati seni dan tampilan-tampilan visual; bekerja dengan puzzle atau mazes; mudah memahami peta, grafik, dan diagram;
4. Kecerdasan Musikal
Kecerdasan ini berada pada lobus temporal kanan. Mereka yang memiliki bakat dalam kecerdasan ini memiliki rasa yang kuat terhadap pola bunyi, irama, nada, dan tempo. Kemampuan mereka dalam mendengar dan memahami pola-pola tersebut sangat berkembang. Termasuk didalamnya memahami bentuk ungkapan musik.
5. Kecerdasan Kinestetik
Berada di bagian serebelum, ganglia basal, korteks motor. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan yang tinggi untuk mengendalikan gerak tubuh dan menangani benda-benda. Kecerdasan ini biasanya terdapat pada ahli bedah, atlet, penari, aktor, pematung, penjahit, dll.
6. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan ini berkaitan dengan lobus frontal, lobus temporal (terutama pada hemisphere kanan), dan sistem limbik.
Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, perangai, motivasi, dan hasrat orang lain.
7. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan ini berada pada lobus frontal, lobus parietal dan sistem limbik. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan untuk memahami diri secara individual. Kemampuan untuk memahami emosi serta kekuatan dan kelemahan diri sendiri atau individu. Seperti pada Psikolog atau pada seorang Teologis

Belakangan Gardner menambahkan adanya kecerdasan baru yang disebut Kecerdasan Naturalis yakni kemampuan untuk mengamati pola alamiah dan memahami sistem pada makhluk hidup. Seperti kemampuan untuk mengidentifikasi sebuah spesies, membedakan antar anggota spesies, dll.

Setiap anak memiliki kecerdasan multiple ini dalam derajat yang berbeda seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Karena setiap kecerdasan berkaitan dengan area otak yang berbeda, maka kerusakan pada suatu bagian otak saja tidak mengakibatkan hilangnya semua kecerdasan yang dimiliki anak. Baik anak berbakat maupun yang mengalami keterbalakangan mental hingga autisme pun masih mungkin untuk memiliki kelebihan pada kecerdasannya yang lain.

Tentu saja pandangan ini membawa angin segar terutama bagi mereka yang memiliki anak dengan gamngguan perkembangan, seperti autisme misalnya. Masih ingat film “Rain Man” yang dibintangi oleh Dustin Hoffman? Film ini menggambarkan bagaimana seseorang yang mengalami autisme mampu memiliki kemampuan matematika dan berhitung yang luar biasa. Hingga kemampuan tersebut ia gunakan untuk membantu kakaknya berjudi di Las Vegas dengan terus mengamati setiap kartu yang dimainkan.

Pendekatan yang berdasarkan pada Inteligensi Multipel ini bahkan sudah mulai diterapkan dalam dunia pendidikan melalui Project Spectrum. Dimana guru tidak lagi merangsang inteligensi anak secara langsung dengan menggunakan materi yang berkaitan dengan kemampuan verbal atau spatial namun lebih menggunakan materi yang berkaitan dengan setiap jenis kecerdasan yang ada sehingga mendorong anak untuk merangsang setiap jenis kecerdasan yang mereka miliki.

Konsep ini benar-benar telah berhasil membawa kita pada perspekstif lain dalam memahami inteligensi dan kompetensi pada individu. Tidak heran mengingat sudah begitu banyak seminar dan buku yang diterbitkan membahas konsep ini secara berulang-ulang. Tidak sedikit yang menilai konsep ini secara berlebihan tanpa mengungkap masih banyak yang perlu diteliti dan dikembangkan dari konsep ini.

Itu sebabnya dari tadi saya menyebut Inteligensi Multipel ini sebagai konsep bukan teori. Karena pada kenyataannya Inteligensi Multipel belum memiliki landasan penelitian yang kuat. Penelitian memiliki arti penting dalam mendukung berkembangnya sebuah konsep menjadi suatu teori. Berdasarkan teori inilah nantinya baru dapat kita kembangkan suatu skala pengukuran. Hal-hal seperti ini yang belum dipahami masyarakat pada umumnya.

Saya jadi teringat pada seorang ibu yang dapat ke klinik tempat saya berpraktek. Ia terlihat heran ketika mendengar belum dapat dilakukan pengetesan seperti melakukan pengetesan untuk skor IQ pada kemampuan Inteligensi Multipel yang dimiliki anaknya.

Beberapa ahli mengkritik karena Inteligensi Multipel terlalu menekankan pada faktor spesifik dari inteligensi (s-factor). Beberapa lainnya mempertanyakan berapa banyak domain yang belum tercakup dalam Inteligensi Multipel ketika kemampuan di bidang musikal saja dijadikan salah satu tipe kecerdasan. Gardner sendiri mengakui masih panjangnya perjalanan yang harus dilalui konsep Inteligensi Multipel ini. Namun sebagai sebuah konsep, Inteligensi Multipel sudah memiliki perspektif dan penggemarnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar